Translate

Kamis, 19 Februari 2015

SATU CINTA SATU LIANG LAHAT

Satu Cinta Satu Liang Lahat
@MKRidwan
M Kholil Ridwan

Aku adalah mahasiswa semester 5 di Perguruan Tinggi STAIN Salatiga, sebut saja aku Rizwar. Aku tinggal disebuah tempat kos kecil di Kembang Arum, karena rumahku ada di pulau Sumatra tepatnya di Provinsi Lampung, Kabupaten Tanggamus, Kecamatan Sumberejo di desa Argomulyo. Aku memang tidak keren-keren amat tapi aku agak heran karena kenapa di kampus tidak sedikit gadis yang menyukaiku. Akan tetapi anehnya aku pun tidak mempunyai seorang pacar, itulah kenapa aku sering dikatain si kutu buku yang anti cewe. Karena aku selalu menyibukan diriku dengan membaca buku dan menulis, sehingga sampai tidak ada waktu untuk mencari seorang kekasih. Pernah sempat ditanya sama teman sekelasku
            “Eh Rizwar, kamu itu banyak fansnya tapi kok gak punya pacar?”
            “aku lagi kepengen serius buat kuliah dulu”, jawabku sambil tersenyum.
Memang dari awal masuk kuliah aku sudah berjanji untuk tidak pacaran terlebih dahulu karena aku takut kuliah ku terganggu, karena aku telah berjanji kepada kedua orang tua agar tidak mengecewakan mereka dan jadi kebanggaan keluarga. Memang pada dasarnya aku terlahir dari keluarga sederhana, dan menjadi seorang mahasiswa adalah hal yang sangat luar biasa bagi keluarga kami. Aku pun bisa kuliah lantaran dapat beasiswa, jadi orang tuaku tidak terlalu berat menanggung baiaya perkuliahan.
Seiring bergulirnya waktu ternyata aku mulai dihinggapi rasa kesepian karena tidak mempunyai pacar, saat dimana teman-temanku pergi semua dengan pacarnya masing-masing. Namun aku selalu menyembunyikan kesepianku itu dengan cara membaca buku dan menulis. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk mengisi kehidupanku sehari-hari. Sampai aku menginjak semester 7 aku mulai memberanikan diri untuk mencari seorang pacar. Tapi ternyata tak semudah yang aku kira, walau begitu banyak yang mengagumiku tetapi tidak ada yang cocok dengan hati ini. Kejadian inipun berlangsung hingga aku wisuda. Keirian didalam hatipun mulai bertambah ketika melihat teman-temanku merayakan keberhasilannya dengan didampingi oleh kekasih dan orang tuanya, sedangkan aku hanya didampingi oleh pamanku, karena orang tuaku tidak bisa datang karena kendala biaya transport. Aku berbisik dalam hatiku
   “Yah. . . sungguh lengkap penderitaanku, saat di mana aku bahagia tetapi tidak didampingi oleh orang-orang yang aku sayangi”
Tapi aku sadar jika ini yang terbaik untukku, ini adalah rencana Tuhan yang terbaik untukku suatu saat nanti. Bagiku ini adalah awal di mana aku harus belajar untuk hidup, di mana aku harus mengatur hidupku sendiri, menentukan pilihanku sendiri karena aku kini telah menjadi seorang sarjana dan tak pantas lagi untuk merengek kepada orang tua.
Tiba di mana aku telah mendapatkan pekerjaan menjadi seorang pengajar disalah satu SMA di kota Salatiga, dimana kini aku telah berusia 24 tahun usia di mana seorang lelaki telah pantas untuk mempunyai seorang kekasih ataupun pendamping hidup. Di dalam keseharianku mengajar di SMA N 1 Salatiga sedikit menghilangkan kesepianku tanpa seorang kekasih karena bisa berbaur dengan para siswa-siswi di sana. Akan tetapi kebahagiaanku belum akan lengkap tanpa hadirnya sesosok gadis yang aku sayangi. Disela kesibukanku itupun aku menyempatkan diri untuk berusaha mencari pasangan hidup. Namun apa kenyataanya Tuhan berkata lain, Dia belum menghadirkanku seorang pendamping hidup. Saat usiaku menginjak 25 tahun aku semakin gelisah akan hal ini karena sampai dengan usia seperti ini aku belum mempunyai seorang istri, jangankan istri pacarpun aku tak mempunyainya. Fikiran di otakku hanya ada pertanyaan-pertanyaan bagaimana aku bisa mempunyai seorang pacar untuk aku nikahi. Saat itupun di mana aku memutuskan untuk berhenti mengajar di sekolah dan pulang ke Lampung untuk kembali kerumah kedua orang tua dan berniat untuk mencari pekerjaan di sana. Setelah selesai mengajukan surat pengunduran diri kepada pihak sekolah, aku bergegas pulang untuk mengemasi barang-barang ditempat tinggalku. Dan tak lupa aku berpamitan kepada teman-temanku yang selama ini menemaniku berjuang di bangku perkuliahan.
“teman-teman, aku berencana untuk pulang ke Lampung, aku ingin menengok keluarga yang di sana, dan mungkin aku tidak akan kembali lagi kesini, aku tidak akan melupakan kalian semua”
“Rizwar, kami pasti tidak akan melupakanmu juga, dan kami masih berharap suatu saat nanti kita dapat bertemu lagi, kita adalah teman sejati, teman akan selamanya teman, berhati-hatilah di jalan kami mendoakanmu” jawab mereka dengan wajah bersedih.
“terima kasih” jawabku sambil melambaikan tangan. .
Dan aku pun pergi meninggalkan teman-temanku, terbersit rasa kesedihan yang mendalam saat harus berpisah dengan teman-temanku, tapi inilah keputusan yang telah aku buat untuk pindah ke Lampung demi menemukan seorang pendamping hidup seperti yang tergambarkan di dalam mimpiku. Semoga apa yang aku cari selama ini bisa aku temukan di sana nanti.
Setelah menempuh perjalanan selama dua hari dua malam aku telah sampai di Lampung, dan bertemu keluargaku di sana dan tentunya bertemu dengan kedua orang tuaku yang telah lama aku rindukan. Setelah beberapa hari di sana akupun meminta izin kepada orang tua untuk bekerja di kota, dan akhirnya aku berangkat menuju ke kota Bandar Lampung. Aku yang sebelumnya telah mendaftar menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi swasta yang bernama Universitas Bandar Lampung (UBL) dan telah diterima untuk mengajar di sana. Hari-hari pun berganti dengan suasana yang berbeda, di mana aku harus mengajar seorang mahasiswa. Dihari pertama akau masuk untuk mulai mengajar aku teringat lagi akan mimpi waktu itu
“ahh. .mungkin ini hanya halusinasiku saja, sudahlah lupakan !!” kataku didalam hati.
Akupun melanjutkan perjalanan karena hari ini adalah pertama kalinya aku mengajar di sini, rasa gugup masih menghinggapi diriku akan tetapi seiring berjalannya waktu aku sudah mulai terbiasa akan kehidupan di sini. Akupun mulai memasuki kelas, kelas yang pertama aku masuki adalah kelas A1 mahasiswa semester 5. Ini adalah kali pertama aku masuk ke kelas ini sehingga semuanya tampak asing, tetapi ada satu hal yang membuatku terperangai dan sepertinya sudah tidak asing lagi bagiku. Ya seorang gadis yang duduk disebelah kanan kursi nomor dua, seperti sudah pernah bertemunya tapi aku agak lupa. Setelah sesaat mengingat-ingat ternyata tidak salah lagi gadis itu adalah gadis dalam mimpiku dia bermuka cantik, hidung mancung, bibir tipis dan punya dua lesung pipi yang mungil. Sempat aku berbisik
            “apa benar ini gadis yang ada didalam mimpiku waktu itu, jika benar dia aku sungguh beruntung, Tuhan dia kah yang akan menjadi pendampingku?”
Seketika itu lamunanku terhenti akibat suara gaduh dari para mahasiswa, dan akupun memulai pelajaran hari itu. Setelah selesai proses mengajar kami semua keluar dari ruangan, dan mataku mencoba mencari gadis yang tadi. Dengan santai akupun mendekati gadis itu dan bermaksut untuk berkenalan dengannya
            “hai. . .nama kamu siapa?”
            “nama aku Intan, ada apa ya?” dengan gugupnya
            “Intan ya, kenalin namaku Rizwar aku dosen baru di sini”
Sepertinya Intan pun telah tertarik denganku saat pandangan pertama. Intan adalah anak seorang pengusaha kaya raya, ayahnya cukup berpengaruh di Lembaga ini. Akan tetapi Intan adalah gadis yang baik hati dan tidak sombong walaupun orang tuanya seorang yang kaya raya, inilah alasannya yang membuat aku menyukainya. Kemudian selang beberapa hari kami pun mencoba untuk saling mengenal satu sama lain, dan akupun merasakan kenyamanan saat didekatnya. Hari-hari terus berlalu diiringi dengan semakin dekatnya kami berdua bak seorang kekasih, dan kami diam-diam sering membuat janji untuk bertemu sehabis pulang kuliah, kejadian inipun berlangsung hingga beberapa bulan sampai akhirnya kami resmi berpacaran tanpa sepengetahuan oleh mahasiswa lainnya. Akan tetapi kami tak lagi mampu menyembunyikan kemesraan di antara kami, dan ternyata dari kalangan mahasiswa telah banyak yang mengetahuinya. Itu semua membuat kami canggung saat proses perkuliahan berlangsung. Pada akhirnya tak terasa satu tahun telah berjalan dan melewati lika-liku cinta kami, hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk segera menikah setelah Intan lulus kuliah di mana sekarang dia sudah menginjak semester akhir. Sambil menunggu Intan wisuda akupun tak bersantai-santai begitu saja, justru aku harus memutar otak seratus delapan puluh derajat untuk memikirkan hal yang harus aku lakukan untuk pernikahanku nantinya supaya semuanya lancar. Dan tak lupa akupun mulai  menabung untuk kebutuhan finansial kami dan juga sebagai biaya pernikahan dan membelikan cincin perkawinan untuk Intan. Ini semua aku persiapkan untuk dia, untuk memberikan kejutan kepadanya karena betapa aku sangat mencintainya.
Setelah Intan di wisuda kami pun berencana untuk meminta restu kepada orang tua kami, dan mula-mula Intan aku ajak pergi ke rumahku untuk bertemu keluargaku di desa. Bahwasanya Intan pun telah mengetahui bahwa aku hanyalah anak kampung dari keluarga yang sederhana akan tetapi Intan tak sedikitpun menyoalkan akan hal itu, karena dia menganggap cinta tak pernah memandang harta dan tahta karena dia benar-benar mencintaiku apa adanya. Setelah sampai di rumahku kami pun langsung berterus terang apa maksud dan tujuan kami berkunjung kerumah, akupun mengawali pembicaraan itu
“bu. .pak. . ini Intan pacar Rizwar, kami kesini bermaksud untuk meminta restu dari ibu dan bapak bahwa kami ingin menikah secepatnya”
Seketika suasan menjadi tegang saat bapak menegapkan badannya. Bapak memang bersifat keras, tegas dan tidak suka basa-basi.
            “kamu mau menikah le? , apa kamu sudah siap?” tanya bapak.
            “saya sudah siap pak, saya kan sudah berusia 27 tahun”
            “ini bukan soal usia le, membangun sebuah rumah tangga itu tidaklah mudah, apa kamu sudah punya penghasilan yang menetap untuk menghidupi anak dan istrimu nanti?”
Bapak terlihat menasehatiku dan seakan aku memang belum siap untuk menikah, akan tetapi ini sudah menjadi tekadku untuk segera menikah dan punya momongan. Aku berfikir aku telah siap untuk membangun keluarga yang bahagia toh aku juga sudah menabung untuk kebutuhan kami setelah menikah.
            “tapi pak, aku sudah punya tabungan untuk pernikahan kami dan aku juga sudah merencanakan jauh hari untuk pernikahan kami ini” jawabku dengan perasaan yakin.
Mereka berduapun akhirnya memberikan restu
            “ya sudah le kalau itu sudah menjadi keputusan kamu, bapak sama ibu cuma bisa mendo’akan semoga kalian menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah, amiin”
Perasaan ini terasa sangat bahagia saat di mana bapak memberikan restu kepada kami untuk menikah. Akan tetapi ibu memotong lamunanku
            “le apa kamu sudah meminta restu kepada orang tua Intan?”
Jantungku berdetak kencang dan kepalaku seperti disambar petir saat ibu menanyakan hal itu, karena dari awal aku merasa takut untuk menemui orang tua Intan karena ayahnya Intan terkenal orang yang tempramen dan angkuh, ini sangat jauh berbeda dengan sifat Intan yang sangat baik hati dan lemah lembut. Aku pun memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan ibu
            “gini bu, rencana kami setelah meminta restu kepada ibu dan bapak kami baru meminta restu kepada orang tua Intan” jawabku dengan rasa gugup.
            “ya sudah, nanti hati-hati di jalan dan jangan lupa jangan pernah kecewain ibu dan bapakmu dan ingat satu hal lagi le, kamu tidak boleh menyia-nyiakan istrimu nanti” pesan ibu kepadaku.
Setelah selesai kami pun memutuskan untuk kembali ke kota untuk pergi kerumah Intan guna meminta restu kepada orang tuanya. Sesaat kami telah sampai di rumah Intan. Perasaan gugup dan takut mulai menyelimuti diriku, perasaan seperti ini belum pernah aku rasakan sebelumnya badanku panas dingin dan kaku saat menatap rumah Intan yang sangat mewah dan besar. Tentu hal ini mengucilkan diriku dan betapa diriku ini begitu rendah dihadapan keluarga Intan, perasaan ini bertambah saat kami mulai memasuki rumah Intan lewat dua pintu yang besar dan kokoh itu. Aku merasa mau lari terbirit-birit karena aku sangat takut akan hal ini, apalagi aku kesini untuk meminta restu untuk menikahi anaknya.
            Saat kami telah memasuki rumah Intan, Intan pun bergegas menemui orang tuanya. Intan bermaksut memberi tahukan kepada mereka bahwa ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. Setelah sejenak aku duduk di kursi mereka akhirnya datang untuk menemuiku. Perasaan takut dan gugup tentunya makin bertambah saat pertama kalinya aku bertemu dengan orang tua Intan.
            “Intan, dia siapa?” tanya ibunya
            “dia pacarku bu”
Setelah suasana sedikit tenang kami pun memulai pembicaraan, untuk membicarakan apa maksudku silaturrahim kerumah Intan.
            “maaf pak, bu nama saya Rizwar saya datang kesini berniat untuk silaturrahim kepada bapak dan ibu”
Sepertinya mereka tidak menjawab akan hal ini, aku pun bermaksut untuk langsung berterus terang kepada beliau bahwa aku ingin menikahi putri semata wayangnya.
            “maaf pak, buk sebelumnya saya kesini ingin meminta restu kepada bapak dan ibu”
            “restu apa?” ayah Intan menjawab dengan mata melotot
Aku merasa gugup saat menatap wajah ayah Intan yang sepertinya beliau tidak menyukaiku.
            “ee. .ee kami bermaksut untuk menikah bulan depan”
            “Apa !!! kamu mau menikahi anak saya?” bentak ayah Intan
            “iya pak, kami sudah pacaran selama dua tahun dan kami sudah sepakat untuk menikah bulan depan”
            “punya apa kamu mau menikahi anak saya? Apapun yang terjadi saya tidak akan menyetujui hal ini, karena Intan sudah punya calon suami.”
Perasaanku seperti tercabik-cabik saat mendengar perkataan dari ayah Intan. Seketika itu badanku menjadi lemas tak berdaya dan aku memutuskan untuk pulang ke kampung, sementara itu Intan beberapa kali meminta persetujuan dari orang tuanya, karena pada dasarnya Intan tidak mencintai lelaki pilihan ayahnya. Setelah beberapa kali Intan memaksa ayahnya, akan tetapi tetap tidak ada hasilnya dan akhirnya dia memutuskan untuk menyusulku ke desa tanpa sepengetahuan orang tuanya.
            Dan setelah Intan bertemu denganku dia mengatakan kalau hanya ingin menikah denganku, begitupun denganku yang sudah terlanjur mencintainya. Entah setan apa yang telah membisikan hal buruk kepada kami sehingga mempunyai fikiran untuk kawin lari dan setelah itu kami berencana untuk bunuh diri, karena kami tahu pernikahan tanpa restu orang tua tidak akan pernah bahagia. Tibalah di mana kami pergi ke KUA meminta pak pengulu untuk menikahkan kami, dengan hal inipun kami harus membayar orang untuk menjadi wali agar pernikahan kami bisa terlaksana. Proses pernikahan pun telah berlangsung kemudian kami berniat untuk melakukan bunuh diri bersama, namun sebelum kami bunuh diri kami menulis sepucuk surat
            “siapapun yang menemukan mayat kami, ini permintaan kami yang terakhir, tolong kuburkan jenazah kami pada satu liang lahat”
Begitulah kami menuliskan surat wasiat yang menjadi kesepakan kami berdua. Setelah menggenggam surat di kepalan tangan kiriku kami langsung melakukan bunuh diri dengan cara meminum racun. Dan seketika itu perasaan pusing dan dunia semakin gelap, gelap dan gelap dan akhirnya aku sudah tak sadarkan diri lagi begitupun dengan Intan, tangan kami saling bergandengan untuk membuktikan cinta sejati yang kami miliki.
The End


            Nama saya adalah M Kholil Ridwan dan saya seorang mahasiswa di STAIN Salatiga, aku tinggal di kos Jl. Nakula Sadewa No.3, Kembang Arum, Sidomukti, Salatiga, 50721 . saya lahir di Argopeni, 26 Juni 1994. Dan golongan darah saya (O).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar