Translate

Sabtu, 02 April 2016

Metode Tafsir Bint Syathi; Studi atas Kitab Al-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’an al-Karîm



Pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam dunia Qur’anic Studies, menggambarkan relativitas penafsiran teks Al-Quran, ditambah dengan berbagai tuntutan situasi kontemporer yang dirasa belum dialami oleh penafsir-penafsir klasik. Alasan inilah yang menyebabkan Bint Syathi seorang mufasir perempuan pertama abad 20 menggeluti dunia tafsir Al-Quran. Berbekal keilmuan sastra Arab, Bint Syathi mencoba mendekati teks-teks Al-Quran dengan metode semantik. Bint Syathi menganggap bahwa setiap bahasa memiliki kandungan keindahan di dalamnya, begitupun dengan Al-Quran. Setiap bahasa memiliki keindahan sastra yang mewakili cita rasa yang tinggi, asli, dan sempurna dalam seni tutur. Al-Quran menurutnya adlah kitab sastra Arab terbesar dengan mukjizat ­bayan-nya abadi, dan gagasan-gagasannya tinggi. Bagi seorang yang ingin mereguk cita rasanya, memahami perasaan dan temperamennya, dan menyingkap rahasia-rahasianya bayan (penjelasan) dan karakteristik ungkapannya, harus setia dalam memahami keindahan-keindahan bahasa Al-Quran.[1]
Latar belakang pendidikan Bint Syathi sangat mempengaruhi karakteristik kitab tafsirnya. Pendekatan yang digunakan oleh Bint Syathi menunjukan kecintaannya terhadap cita rasa sebuah bahasa. Menarik untuk menelisik lebih dalam karakteristik kitab tafsir Bint Syathi sebagai langkah dalam mengenali metode yang digunakannya. Tulisan ini akan melakukan kajian terhadap kitab Bint Syathi yang berjudul Al-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’an al-Karîm. Pertanyaan umum dalam tulisan ini adalah bagaimana karakteristik kitab tafsir tersebut.




[1]      Aisyah Abdurrahman, Al-Tafsir Al-Bayani Lil Qur’an Al-Karim; Juz Awwal, (Kairo: Dar Al-Ma’arif, cet. VII 1990), hlm. 13.