I.
Pendahuluan
Ki
Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh di
Indonesia. Ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh beliau khususnya dalam bidang
pendidikan telah mengispirasi berbagai pihak yang berkecimpung di dalamya.
Dalam makalah berikut, penulis mencoba merangkum berbagai tulisan mengenai Ki
Hajar Dewantara dan ajaran-ajarannya yang disadur dari tiga diantara sepuluh
URL di bawah ini;
1.
http://yayasansoebono.org/ki-hajar-dewantara-pengabdian-dan-buah
pemikirannya-untuk-pendidikan-bangsa
2. http://eprints.uny.ac.id/7371/1/p-16.pdf
3. http://netoksawijirusnoto.blogspot.com/2012/07/kontekstualitas-pilar-pilar-pemikiran.html
4. http://www.infodiknas.com/206-pengaruh-ajaran-tamansiswa-terhadap-pendidikan-indonesia.html
5. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=47313&val=3914
6. http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/564/T1_152008025_Daftar%20Pustaka.pdf?sequence=7
7.
http://forum.viva.co.id/tokoh/874970-jasa-ki-hajar-dewantara-bagi-pendidikan-indonesia.html
8.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/download/209/132
9. lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/.../05110142.pdf
10. http://www.ilmupendidikan.net/2011/03/11/ranah-olah-pikir-ki-hajar-dewantara.php
II.
Isi
A. Biografi Singkat
Suwardi
Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara lahir pada
tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta. Beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis,
politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi indonesia dari zaman
penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang
Belanda. Pernah ia di buang ke negeri Belanda oleh pemerintah Belanda dari
tanggal 6 September 1913 sampai dengan 5 September 1919, karena kritik pedasnya
pada pemerintah Hindia Belanda saat itu. Karena pengabdian dan prestasinya yang
besar dalam bidang pendidikan, beliau menjadi menteri pendidikan Indonesia yang
pertama pada tahun 1956 di era pemerintahan Soekarno. Beliau wafat pada tanggal
26 April 1959 dan dimakamkan dengan pemakaman negara secara militer serta
diangkat menjadi Perwira Tinggi oleh pemerintah. Beliau kini dikenang sebagai
Bapak Pendidikan bangsa Indonesia. Dan pemerintah Republik Indonesia kemudian
menetapkan hari lahirnya, tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.
B. Prinsip Dasar Pendidikan Ki
Hajar Dewantara
Menurut
Ki Hajar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses
memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani.
Di dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi
manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan
disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa
manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden
dari sifat alami manusia (humanis).
Menurut
Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah
pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan
langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia.
Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga
menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Dalam
konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu
sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama
lain. Pengajaran bersifat memerdekakan
manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan
pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir
dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Teori Trikon
Pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha
memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak
hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta
memperkembangkan kebudayaan menuju kearah keluhuran budaya manusia. Upaya
kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan
teori Trikon, yaitu
- Kontinuitas
yang berarti bahwa garis hidup kita sekarang harus merupakan lanjutan dari
kehidupan kita pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari
kehidupan dan kebudayaan bangsa lain.
- Konvergensi,
yaitu berarti kita harus menghindari hidup menyendiri, terisolasi dan
mampu menuju kearah pertemuan antar bangsa dan komunikasi antar negara
menuju kemakmuran bersama atas dasar saling menghormati, persamaam hak,
dan kemerdekaan masing-masing.
- Konsentris,
yang berarti setelah kita bersatu dan berkomunukasi dengan bangsa-bangsa
lain di dunia, kita jangan
kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka
yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri. Meskipun kita
bertitik pusat satu, namun dalam lingkaran yang konsentris itu kita masih
tetap memiliki lingkaran sendiri yang khas yang membedakan Negara kita
dengan Negara lain.
Tri Sentra Pendidikan
Pelaksanaan pendidikan menurut Ki
Hajar Dewantoro dapat berlangsung dalam berbagai tempat yang oleh beliau
diberinama Tri Sentra Pendidikan, yakni :
a. Keluarga buat mendidik budi pekerti dan
laku sosial
b. Perguruan, sebagai balai-wiyata, yaitu
buat usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan, di samping pendidikan
intelek
c. Pergerakan pemuda, sebagai daerah
merdekanya kaum muda atau “kerajaan pemuda”, untuk melakukan penguasa diri,
yang amat perlunya buat pembentukan watak. (h. 74)
C. Konsep-Konsep Dasar Pengajaran
Ki hajar Dewantoro
a. Sistem Among
Metode
yang sesuai dengan sistem pendidikan ini
adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada
asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan
manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras
dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati
kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini
sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.
Pendidikan
sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk
menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan
sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin
anak hingga dapat hidup mandiri. Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang
berbunyi: Tut Wuri Handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarso sung tuladha.
Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri,
karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya. Sistem Among
berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak.
Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar
anak sepanjang waktu dengan kasih sayang
Dalam
sikap Momong, Among, dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar, yaitu
pendidikan tidak memaksa namun bukan berarti membiarkan anak berkembang bebas
tanp arah. Metode Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak
dengan kasih sayang.
b. Tri Sakti Jiwa
Salah satu konsep budaya Ki Hajar
Dewantoro dikenal dengan ”Konsep
Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Maksudnya, untuk
melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil
olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya. kalau
untuk melaksanakan segala sesuatu itu hanya mengandalkan salah satu diantaranya
saja maka kemungkinan akan tidak berhasil.
Ajaran-ajaran Karakter dan Budaya
Ki Hajar Dewantara
a. Trihayu
Selain
yang sudah disebutkan di atas, konsep pengembangan budaya Ki Hajar dikenal
dengan ”Konsep Trihayu” yang terdiri dari mamayu hayuning sarira, mamayu
hayuning bangsa, dan mamayu hayuning bawana. Maksudnya, apapun yang diperbuat
oleh seseorang itu hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat
bagi bangsa, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya. Kalau perbuatan
seseorang hanya menguntungkan dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang
sangat individualistik.
b. Trilogi Kepemimpinan
Dan
yang menjadi semboyan pendidikan sampai saat ini adalah ”Konsep Trilogi
Kepemimpinan” yang terdiri dari Ing Ngarsa Sung Taladha, Ing Madya Mangun
Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Maksudnya, ketika berada di depan harus mampu
menjadi teladan, ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat,
dan ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang dan pihak-pihak
yang dipimpinya.
c. Tripantang
Konsepsi
kebudayaan Ki Hajar yang sangat moralis tertuang dalam ”Konsep Tripantang” yang
terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita. Maksudnya, kita dilarang
menggunakan harta orang lain secara tidak benar (misal korupsi), menyalakangunakan
jabatan (misal kolusi), dan bermain wanita (misal menyeleweng). Ketiga
pantangan ini hendaknya tidak dilanggar.
D. Fungsi Pendidikan menurut KHD
Dalam
kaitannya dengan fungsi pendidikan, KHD membagi watak manusia menjadi dua
bagian, yaitu bagian yang intelligebel dan bagian biologis. Bagian intelligebel
adalah watak yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau fikiran
(intelek). Bagian inilah yang dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan,
seperti kelemahan fikiran, kebodohan, kurangnya wawasan, kurang cepat berpikir,
dll. Melalui upaya pendidikan, bagian intelligebel anak dapat dikembangkan
sehingga anak memiliki kemampuan berpikir dengan baik, memiliki kecakapan untuk
mempertimbangkan kuat-lemahnya kemauan. Sedangkan watak bagian biologis adalah
watak yang berhubungan dengan dasar-hidup manusia dan yang tidak akan dapat
berubah selama hidup. Bagian biologis ini adalah bagian-bagian jiwa manusia
yang terkait dengan “perasaan” seperti rasa-takut, rasa-malu, rasa-kecewa,
rasa-iri, rasa-egoisme, rasa-sosial, rasa-agama, rasa-berani, dll. Dalam
konteks ini, pendidikan tidaklah dapat menghilangkan perasaan-perasaan “jelek”
yang dimiliki manusia. Rasa-rasa tersebut akan tetap ada di dalam jiwa manusia,
mulai dari masih kecil hingga dewasa. Peran pendidikan hanyalah mengendalikan
agar perasaan tersebut tidak muncul. Anak yang memiliki watak “penakut” setelah
mendapat pendidikan yang baik, tidaklah serta merta akan menjadi anak yang
berwatak pemberani. Rasa takut yang dimilikinya hanya tidak tampak, karena ia
telah memiliki kecerdasan fikiran, sehingga dapat menimbang dan memikirkan mana
yang seharusnya ditakuti dan mana yang tidak perlu ditakuti, yang pada akhirnya
dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut terhadap sesuatu yang tidak perlu
ditakuti. Dengan demikian, dalam hal ini pendidikan berfungsi mengembangkan
kecerdasan intelligebel (fikiran), sehingga pandai menimbang-nimbang dan
berfikir untuk memperkuat kemauannya untuk tidak takut, tidak iri, tidak egois,
dst.
E. Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan menurut KHD adalah membentuk manusia merdeka segala-galanya; merdeka
fikirannya, merdeka batinnya, dan merdeka pula tenaganya, supaya dapat
bermanfaat bagi bangsa dan tanah air (h. 12). Sehubungan dengan kemerdekaan
ini, KHD mengingatkan bahwa kemerdekaan itu memiliki tiga macam, yaitu berdiri
sendiri (zelfstanding), tidak tergantung pada orang lain (onafhankelijk), dan
dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, selfbeschikking) (h. 4). Dengan
demikian jelaslah bahwa upaya pendidikan harus mengarah pada pembentukan
manusia-manusia yang merdeka dalam segala hal – lahirnya tiada terperintah,
batinnya bisa memerintah sendiri dan dapat berdiri sendiri karena kekuatan
sendiri – agar mereka dapat bermanfaat bagi bangsa dan tanah airnya.
Namun
demikian, lebih lanjut KHD mengingatkan bahwa sekolah jangan hanya mengutamakan
pada pencarian dan pemberian ilmu dan kecerdasan fikiran, karena kalau hal ini
terjadi maka pendidikan akan menjadi tidak berjiwa (zakelijk) dan kurang
berpengaruh atas kecerdasan budipekerti dan budi kesosialan. Kecerdasan fikiran
dan ilmu pengetahuan hanya akan berakibat pada tumbuhnya egoisme dan budi
keduniawian (materialisme), dan sekolah menjadi tidak berjiwa dan anti sosial
(h.72). Oleh karena itu KHD tidak hanya menghendaki pembetukan intelek, tetapi
juga dan terutama pendidikan dalam artian pemeliharaan dan latihan susila (h.
58).
Tujuan
pendidikan demikian, sesungguhnya sejalan dengan tujuan pendidikan yang
dikemukakan oleh M. Syafei, yaitu:
- menumbuhkembangkan
budiperkerti dan akhlak mulia (sesuai dengan ajaran agama, etika dan
moral);
- menumbuhkembangkan
kemerdekaan berpikir (aktif-kreatif);
- menumbuhkembangkan
pengetahuan, bakat/talenta dan potensi diri sesuai dengan kebutuhan
masyarakat; menumbuhkembangkan etos/unjuk kerja yang tinggi;
- menanamkan
percaya diri, kreativitas, kemandirian, dan kewirausahaan
(entrepreneurship; serta
- mewujudkan
dalam tindakan nyata semboyan: “cari sendiri dan kerjakan sendiri ”,
artinya sekolah harus mampu membiayai dirinya dan tidak mau menerima bantuan
yang dapat mengurangi kebebasan untuk mencapai cita-cita.
F. Dasar Pendidikan
Bersandar
pada pengertian pendidikan yang pada hakikatnya adalah menumbuhkan potensi yang
dimiliki anak (sesuai kodratnya), maka proses pendidikan yang dilaksanakan tidak
boleh memaksa, tidak menggunakan dasar “perintah, hukuman, dan ketertiban”
(regering, tucht, en orde) tetapi menggunakan prinsip “tertib dan damai,
tata-tentrem” (orde en vrede). Pendidikan dilakukan dengan cara membimbing,
mengarahkan, dan mengayomi anak-anak. Istilah yang populer adalah pendidikan
dilaksanakan dengan menggunakan dasar Momong, Among, dan Ngemong. Dalam
prakteknya pendidikan dilaksanakan dengan cara menghindari unsur paksaan kepada
anak. Anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, agar
mereka menjadi orang yang merdeka. Intervensi hanya dilakukan pada saat anak
benar-benar telah menyimpang dari nilai-nilai yang dianut dan kodratnya. Tugas
yang harus dilakukan pendidik adalah berusaha mengembangkan potensi/kodrat yang
dimiliki anak secara maksimal agar potensi tersebut teraktualisasi menjadi
sebuah kompetensi.
.
III.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa ternyata ajaran Ki Hajar
Dewantara dalam pendidikan penuh dengan nilai-nilai yang dibutuhkan di masa
sekarang ini. Banyak pendidik mencari sumber refererensi mengenai ide, konsep
dan metodologi dalam mengajar dari tokoh-tokoh luar negeri. Padahal, negara
kita sendiri mempunyai seorang tokoh yang hebat, dengan pemikiran-pemikiran dan
ajaran yang tentunya lebih tepat diaplikasikan dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Sudah saatnya pendidikan di Indonesia kembali lagi kepada pandangan
dasar yang telah ditanam oleh para pendiri bangsa ketika negara ini berdiri. Apa
yang sudah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Indonesia ini, sudah
sepantasnya diselami dan dijiwai secara mendalam oleh semua pegiat pendidikan
terutama guru sebagai ujung tombaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar