Translate

Selasa, 12 April 2016

Ki Hajar Dewantara dan Dunia Pendidikan

I. Pendahuluan
            Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh di Indonesia. Ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh beliau khususnya dalam bidang pendidikan telah mengispirasi berbagai pihak yang berkecimpung di dalamya. Dalam makalah berikut, penulis mencoba merangkum berbagai tulisan mengenai Ki Hajar Dewantara dan ajaran-ajarannya yang disadur dari tiga diantara sepuluh URL di bawah ini;
1.      http://yayasansoebono.org/ki-hajar-dewantara-pengabdian-dan-buah pemikirannya-untuk-pendidikan-bangsa
2.      http://eprints.uny.ac.id/7371/1/p-16.pdf
3.      http://netoksawijirusnoto.blogspot.com/2012/07/kontekstualitas-pilar-pilar-pemikiran.html
4.  http://www.infodiknas.com/206-pengaruh-ajaran-tamansiswa-terhadap-pendidikan-indonesia.html
5.      http://download.portalgaruda.org/article.php?article=47313&val=3914
6.      http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/564/T1_152008025_Daftar%20Pustaka.pdf?sequence=7
7.      http://forum.viva.co.id/tokoh/874970-jasa-ki-hajar-dewantara-bagi-pendidikan-indonesia.html
8.      http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/download/209/132
9.      lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/.../05110142.pdf
10.  http://www.ilmupendidikan.net/2011/03/11/ranah-olah-pikir-ki-hajar-dewantara.php‎

II. Isi

A. Biografi Singkat
            Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Pernah ia di buang ke negeri Belanda oleh pemerintah Belanda dari tanggal 6 September 1913 sampai dengan 5 September 1919, karena kritik pedasnya pada pemerintah Hindia Belanda saat itu. Karena pengabdian dan prestasinya yang besar dalam bidang pendidikan, beliau menjadi menteri pendidikan Indonesia yang pertama pada tahun 1956 di era pemerintahan Soekarno. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan dengan pemakaman negara secara militer serta diangkat menjadi Perwira Tinggi oleh pemerintah. Beliau kini dikenang sebagai Bapak Pendidikan bangsa Indonesia. Dan pemerintah Republik Indonesia kemudian menetapkan hari lahirnya, tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

B. Prinsip Dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara
            Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).
            Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
            Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Teori Trikon
            Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju kearah keluhuran budaya manusia. Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan teori Trikon, yaitu
  1. Kontinuitas yang berarti bahwa garis hidup kita sekarang harus merupakan lanjutan dari kehidupan kita pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari kehidupan dan kebudayaan bangsa lain.
  2. Konvergensi, yaitu berarti kita harus menghindari hidup menyendiri, terisolasi dan mampu menuju kearah pertemuan antar bangsa dan komunikasi antar negara menuju kemakmuran bersama atas dasar saling menghormati, persamaam hak, dan kemerdekaan masing-masing.
  3. Konsentris, yang berarti setelah kita bersatu dan berkomunukasi dengan bangsa-bangsa lain di   dunia, kita jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri. Meskipun kita bertitik pusat satu, namun dalam lingkaran yang konsentris itu kita masih tetap memiliki lingkaran sendiri yang khas yang membedakan Negara kita dengan Negara lain.

Tri Sentra Pendidikan
Pelaksanaan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantoro dapat berlangsung dalam berbagai tempat yang oleh beliau diberinama Tri Sentra Pendidikan, yakni :
a.       Keluarga buat mendidik budi pekerti dan laku sosial
b.      Perguruan, sebagai balai-wiyata, yaitu buat usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan, di samping pendidikan intelek
c.       Pergerakan pemuda, sebagai daerah merdekanya kaum muda atau “kerajaan pemuda”, untuk melakukan penguasa diri, yang amat perlunya buat pembentukan watak. (h. 74)

C. Konsep-Konsep Dasar Pengajaran Ki hajar Dewantoro

a. Sistem Among
            Metode yang  sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”.
            Pendidikan sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi: Tut Wuri Handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarso sung tuladha. Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya. Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang
            Dalam sikap Momong, Among, dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar, yaitu pendidikan tidak memaksa namun bukan berarti membiarkan anak berkembang bebas tanp arah. Metode Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.
b. Tri Sakti Jiwa
Salah satu konsep budaya Ki Hajar Dewantoro dikenal dengan  ”Konsep Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Maksudnya, untuk melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya. kalau untuk melaksanakan segala sesuatu itu hanya mengandalkan salah satu diantaranya saja maka kemungkinan akan tidak berhasil.

Ajaran-ajaran Karakter dan Budaya Ki Hajar Dewantara
a. Trihayu
            Selain yang sudah disebutkan di atas, konsep pengembangan budaya Ki Hajar dikenal dengan ”Konsep Trihayu” yang terdiri dari mamayu hayuning sarira, mamayu hayuning bangsa, dan mamayu hayuning bawana. Maksudnya, apapun yang diperbuat oleh seseorang itu hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsa, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya. Kalau perbuatan seseorang hanya menguntungkan dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang sangat individualistik.
b. Trilogi Kepemimpinan
            Dan yang menjadi semboyan pendidikan sampai saat ini adalah ”Konsep Trilogi Kepemimpinan” yang terdiri dari Ing Ngarsa Sung Taladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Maksudnya, ketika berada di depan harus mampu menjadi teladan, ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat, dan ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang dan pihak-pihak yang dipimpinya.
c. Tripantang
            Konsepsi kebudayaan Ki Hajar yang sangat moralis tertuang dalam ”Konsep Tripantang” yang terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita. Maksudnya, kita dilarang menggunakan harta orang lain secara tidak benar (misal korupsi), menyalakangunakan jabatan (misal kolusi), dan bermain wanita (misal menyeleweng). Ketiga pantangan ini hendaknya tidak dilanggar.

D. Fungsi Pendidikan menurut KHD
            Dalam kaitannya dengan fungsi pendidikan, KHD membagi watak manusia menjadi dua bagian, yaitu bagian yang intelligebel dan bagian biologis. Bagian intelligebel adalah watak yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau fikiran (intelek). Bagian inilah yang dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan, seperti kelemahan fikiran, kebodohan, kurangnya wawasan, kurang cepat berpikir, dll. Melalui upaya pendidikan, bagian intelligebel anak dapat dikembangkan sehingga anak memiliki kemampuan berpikir dengan baik, memiliki kecakapan untuk mempertimbangkan kuat-lemahnya kemauan. Sedangkan watak bagian biologis adalah watak yang berhubungan dengan dasar-hidup manusia dan yang tidak akan dapat berubah selama hidup. Bagian biologis ini adalah bagian-bagian jiwa manusia yang terkait dengan “perasaan” seperti rasa-takut, rasa-malu, rasa-kecewa, rasa-iri, rasa-egoisme, rasa-sosial, rasa-agama, rasa-berani, dll. Dalam konteks ini, pendidikan tidaklah dapat menghilangkan perasaan-perasaan “jelek” yang dimiliki manusia. Rasa-rasa tersebut akan tetap ada di dalam jiwa manusia, mulai dari masih kecil hingga dewasa. Peran pendidikan hanyalah mengendalikan agar perasaan tersebut tidak muncul. Anak yang memiliki watak “penakut” setelah mendapat pendidikan yang baik, tidaklah serta merta akan menjadi anak yang berwatak pemberani. Rasa takut yang dimilikinya hanya tidak tampak, karena ia telah memiliki kecerdasan fikiran, sehingga dapat menimbang dan memikirkan mana yang seharusnya ditakuti dan mana yang tidak perlu ditakuti, yang pada akhirnya dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut terhadap sesuatu yang tidak perlu ditakuti. Dengan demikian, dalam hal ini pendidikan berfungsi mengembangkan kecerdasan intelligebel (fikiran), sehingga pandai menimbang-nimbang dan berfikir untuk memperkuat kemauannya untuk tidak takut, tidak iri, tidak egois, dst.

E. Tujuan Pendidikan
            Tujuan pendidikan menurut KHD adalah membentuk manusia merdeka segala-galanya; merdeka fikirannya, merdeka batinnya, dan merdeka pula tenaganya, supaya dapat bermanfaat bagi bangsa dan tanah air (h. 12). Sehubungan dengan kemerdekaan ini, KHD mengingatkan bahwa kemerdekaan itu memiliki tiga macam, yaitu berdiri sendiri (zelfstanding), tidak tergantung pada orang lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, selfbeschikking) (h. 4). Dengan demikian jelaslah bahwa upaya pendidikan harus mengarah pada pembentukan manusia-manusia yang merdeka dalam segala hal – lahirnya tiada terperintah, batinnya bisa memerintah sendiri dan dapat berdiri sendiri karena kekuatan sendiri – agar mereka dapat bermanfaat bagi bangsa dan tanah airnya.
            Namun demikian, lebih lanjut KHD mengingatkan bahwa sekolah jangan hanya mengutamakan pada pencarian dan pemberian ilmu dan kecerdasan fikiran, karena kalau hal ini terjadi maka pendidikan akan menjadi tidak berjiwa (zakelijk) dan kurang berpengaruh atas kecerdasan budipekerti dan budi kesosialan. Kecerdasan fikiran dan ilmu pengetahuan hanya akan berakibat pada tumbuhnya egoisme dan budi keduniawian (materialisme), dan sekolah menjadi tidak berjiwa dan anti sosial (h.72). Oleh karena itu KHD tidak hanya menghendaki pembetukan intelek, tetapi juga dan terutama pendidikan dalam artian pemeliharaan dan latihan susila (h. 58).
            Tujuan pendidikan demikian, sesungguhnya sejalan dengan tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh M. Syafei, yaitu:
  1. menumbuhkembangkan budiperkerti dan akhlak mulia (sesuai dengan ajaran agama, etika dan moral);
  2. menumbuhkembangkan kemerdekaan berpikir (aktif-kreatif);
  3. menumbuhkembangkan pengetahuan, bakat/talenta dan potensi diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat; menumbuhkembangkan etos/unjuk kerja yang tinggi;
  4. menanamkan percaya diri, kreativitas, kemandirian, dan kewirausahaan (entrepreneurship; serta
  5. mewujudkan dalam tindakan nyata semboyan: “cari sendiri dan kerjakan sendiri ”, artinya sekolah harus mampu membiayai dirinya dan tidak mau menerima bantuan yang dapat mengurangi kebebasan untuk mencapai cita-cita.
           
F. Dasar Pendidikan
            Bersandar pada pengertian pendidikan yang pada hakikatnya adalah menumbuhkan potensi yang dimiliki anak (sesuai kodratnya), maka proses pendidikan yang dilaksanakan tidak boleh memaksa, tidak menggunakan dasar “perintah, hukuman, dan ketertiban” (regering, tucht, en orde) tetapi menggunakan prinsip “tertib dan damai, tata-tentrem” (orde en vrede). Pendidikan dilakukan dengan cara membimbing, mengarahkan, dan mengayomi anak-anak. Istilah yang populer adalah pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan dasar Momong, Among, dan Ngemong. Dalam prakteknya pendidikan dilaksanakan dengan cara menghindari unsur paksaan kepada anak. Anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, agar mereka menjadi orang yang merdeka. Intervensi hanya dilakukan pada saat anak benar-benar telah menyimpang dari nilai-nilai yang dianut dan kodratnya. Tugas yang harus dilakukan pendidik adalah berusaha mengembangkan potensi/kodrat yang dimiliki anak secara maksimal agar potensi tersebut teraktualisasi menjadi sebuah kompetensi.
.
III. Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa ternyata ajaran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan penuh dengan nilai-nilai yang dibutuhkan di masa sekarang ini. Banyak pendidik mencari sumber refererensi mengenai ide, konsep dan metodologi dalam mengajar dari tokoh-tokoh luar negeri. Padahal, negara kita sendiri mempunyai seorang tokoh yang hebat, dengan pemikiran-pemikiran dan ajaran yang tentunya lebih tepat diaplikasikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sudah saatnya pendidikan di Indonesia kembali lagi kepada pandangan dasar yang telah ditanam oleh para pendiri bangsa ketika negara ini berdiri. Apa yang sudah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Indonesia ini, sudah sepantasnya diselami dan dijiwai secara mendalam oleh semua pegiat pendidikan terutama guru sebagai ujung tombaknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar